Selasa, 30 Oktober 2012

Antara Neo-Liberalisme dengan Neo-Realisme

 Kata ”neo” yang terdapat dari Neo-liberalisme dan Neo-realisme berarti ”baru”. Ini berarti, bahwa kedua perspektif tersebut, yakni neo-liberalisme dan neo-realisme merupakan perspektif yang baru, dalam artian mereka memperbaharui perspektif-perspektif pendahulu mereka, yaitu liberalisme  (neo-classical liberalism) dan realisme (neo-classical realism). Jika sebelumnya liberalisme berpandangan bahwa anarki bisa diatasi dengan kerja sama, maka dalam neo-liberalisme, kaum neo-liberalis setidaknya mulai memperhatikan tentang kekuatan anarki. Begitu pula dengan realisme, yang sebelumnya berpandangan bahwa kerja sama tidak diperlukan dalam interaksi internasional, dalam neo-realisme mereka mulai mau membuka mata mereka untuk melakukan kerja sama. Bila pada awalnya Realisme dan Liberalisme hanya memandang dari segi image manusia, namun pada neo-realisme dan neo-liberalisme mereka juga memandang dari segi perilaku manusia. Kedua perspektif ”neo” ini muncul sekitar Perang Dingin. Munculnya bentuk baru dari liberalisme dan realisme ini tidak lepas dari pengaruh munculnya perspektif Behavioralisme. Behavioralisme merupakan suatu perspektif yang berpandangan bahwa ilmu sosial seperti Hubungan Internasional dan ilmu-ilmu lain bisa dijelaskan dan diteliti secara ilmiah, seperti halnya dengan ilmu alam. Msekipun disebut dengan perdebatan, namun di sini perdebatan ini bukanlah perdebatan antara 2 perspektif yang saling berbeda, melainkan lebih kepada berbagi pengetahuan yang mereka miliki.
            Seperti pada realisme, Neo-realisme masih memandang bahwa negara merupakan unsur yang terpenting dalam suatu hubungan internasional. Tujuan utama mereka dari hubungan internasional yaitu untuk mendapatkan keamanan dan agar tetap bertahan. Tentu saja, keamanan dan pertahanan di sini ditujukan untuk negara. Ini berarti, bahwa keamanan dan pertahanan yang dicari semata-mata untuk kepentingan negara, agar negara bisa tetap eksis dalam lingkup internasional. Salah satu tokoh neo-realis yang terkenal yaitu Kenneth Waltz. Sedangkan neo-liberalisme lebih fokus kepada integrasi regional dan mengurangi konflik. Kegagalan kaum liberalis dalam membentuk Liga Bangsa-Bangsa tidak membuat nyali mereka ciut dalam mengahadapi kritik dari kaum realis dan neo-realis. Salah satu bentuk dari integrasi regional kaum neo-liberalis yaitu Uni Eropa. Di sini, seolah-olah semua negara di Eropa melebur jadi satu, batas negara menjadi transparan, dan mata uang mereka diseragamkan, menjadi Euro (kecuali Inggris yang masih mempunyai hak menggunakan Poundsterling). Tokoh neo-liberalis yang terkenal yaitu Keohane dan Joseph Nye.
            Dalam debat ini, terdapat enam poin penting yang menjadi fokus. Pertama, sistem anarki. Kedua perspektif sama-sama mengakui adanya sistem anarki dalam negara. Menurut neo-realis, kepentingan yang utama dari sistem anarki yang harus dipenuhi sebagai tujuan utama yaitu pertahanan negara. Namun, hal itu disanggah oleh kaum neo-liberalis, bahwa kaum neo-realis telah mengabaikan international interdepence.
            Kedua, International Cooperation. Kedua perspektif dapat menerima konsep ini, namun ada perbedaan di antara keduanya. Kaum neo-realis masih sulit untuk menerapkan kerja sama, mereka berpendapat bahwa kerja sama itu sifatnya relatif, tidak pasti, karena pasti ada maksud tersembunyi di balik kerja sama itu. Sedangkan menurut kaum neo-liberalis, kerja sama itu bersifat absolut.
            Poin yang ketiga yaitu Gain atau keuntungan. Penjelasannya hampir sama dengan poin kedua di atas. Bagi kaum neo-realis, gain bersifat relatif. Mereka berpendapat bahwa pasti ada salah satu pihak yang mendapat untung lebih, dan itu dianggap curang, tidak baik. Oleh karena itu, mereka memfokuskan diri kepada distribusi keuntungan di antara semua anggota transaksi, agar pembagian keuntungan dapat merata. Sedangkan bagi kaum neo-liberalis, mereka berpendapat bahwa gain bersifat absolut. Sehingga mereka hanya fokus kepada keseluruhan manfaat dari transaksi yang ditimbulkan dari kerja sama dan dapat dinikmati bersama.
            Poin keempat, yaitu tujuan negara. Kedua perspektif ini sepakat untuk memiliki tujuan yang sama, yaitu pertahanan negara dan kesejahteraan ekonomi, namun ada beberapa hal yang berbeda. Kaum neo-realis berpendapat bahwa tujuan utama mereka dalam hubungan internasional yaitu agar negara dapat tetap menunjukkan eksistensinya. Sedangkan kaum neo-liberalis, kerja sama masih merupakan hal terpenting. Lewat kerja sama lah mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka.
            Poin kelima, Intention and Capabilities. Dalam hal ini, kaum neo-realis berpendapat bahwa capabilities (kemampuan )harus diarahkan kepada hal-hal yang berbau militer dan keamanan. Sedangkan capabilities bagi neo-liberalis, mereka mempunyai rasa percaya yang tinggi terhadap aktor lain dalam suatu kerja sama.
            Poin yang terakhir, yaitu Institutions and Regime. Pada neo-realis, institusi dan rezim yang dianutnya terpengaruh oleh national interest negara. Sedangkan pada neo-liberalis, hal itu tidak terjadi.





Referensi :
1. Dugis, Vinsensio. “Teori Hubungan Internasional : Perdebatan Neo-Liberalisme dengan Neo-Realisme.” dalam kuliah Teori Hubungan Internasional. Universitas Airlangga, Surabaya. 22 Maret 2012.

2. Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional   (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

3. http://mentari_rasfi-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-48850-Theories%20of%20International%20Relations-Antara%20NeoLiberalisme%20dengan%20NeoRealisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar