Kata ”neo”
yang terdapat dari Neo-liberalisme dan Neo-realisme berarti ”baru”. Ini
berarti, bahwa kedua perspektif tersebut, yakni neo-liberalisme dan
neo-realisme merupakan perspektif yang baru, dalam artian mereka memperbaharui
perspektif-perspektif pendahulu mereka, yaitu liberalisme (neo-classical liberalism) dan realisme
(neo-classical realism). Jika sebelumnya liberalisme berpandangan bahwa anarki
bisa diatasi dengan kerja sama, maka dalam neo-liberalisme, kaum neo-liberalis
setidaknya mulai memperhatikan tentang kekuatan anarki. Begitu pula dengan
realisme, yang sebelumnya berpandangan bahwa kerja sama tidak diperlukan dalam
interaksi internasional, dalam neo-realisme mereka mulai mau membuka mata
mereka untuk melakukan kerja sama. Bila pada awalnya Realisme dan Liberalisme
hanya memandang dari segi image manusia, namun pada neo-realisme dan neo-liberalisme
mereka juga memandang dari segi perilaku manusia. Kedua perspektif ”neo” ini
muncul sekitar Perang Dingin. Munculnya bentuk baru dari liberalisme dan
realisme ini tidak lepas dari pengaruh munculnya perspektif Behavioralisme.
Behavioralisme merupakan suatu perspektif yang berpandangan bahwa ilmu sosial
seperti Hubungan Internasional dan ilmu-ilmu lain bisa dijelaskan dan diteliti
secara ilmiah, seperti halnya dengan ilmu alam. Msekipun disebut dengan
perdebatan, namun di sini perdebatan ini bukanlah perdebatan antara 2
perspektif yang saling berbeda, melainkan lebih kepada berbagi pengetahuan yang
mereka miliki.
Seperti
pada realisme, Neo-realisme masih memandang bahwa negara merupakan unsur yang
terpenting dalam suatu hubungan internasional. Tujuan utama mereka dari
hubungan internasional yaitu untuk mendapatkan keamanan dan agar tetap
bertahan. Tentu saja, keamanan dan pertahanan di sini ditujukan untuk negara.
Ini berarti, bahwa keamanan dan pertahanan yang dicari semata-mata untuk kepentingan
negara, agar negara bisa tetap eksis dalam lingkup internasional. Salah satu
tokoh neo-realis yang terkenal yaitu Kenneth Waltz. Sedangkan neo-liberalisme
lebih fokus kepada integrasi regional dan mengurangi konflik. Kegagalan kaum
liberalis dalam membentuk Liga Bangsa-Bangsa tidak membuat nyali mereka ciut
dalam mengahadapi kritik dari kaum realis dan neo-realis. Salah satu bentuk
dari integrasi regional kaum neo-liberalis yaitu Uni Eropa. Di sini,
seolah-olah semua negara di Eropa melebur jadi satu, batas negara menjadi
transparan, dan mata uang mereka diseragamkan, menjadi Euro (kecuali Inggris
yang masih mempunyai hak menggunakan Poundsterling). Tokoh neo-liberalis yang
terkenal yaitu Keohane dan Joseph Nye.
Dalam
debat ini, terdapat enam poin penting yang menjadi fokus. Pertama, sistem
anarki. Kedua perspektif sama-sama mengakui adanya sistem anarki dalam negara.
Menurut neo-realis, kepentingan yang utama dari sistem anarki yang harus
dipenuhi sebagai tujuan utama yaitu pertahanan negara. Namun, hal itu disanggah
oleh kaum neo-liberalis, bahwa kaum neo-realis telah mengabaikan international
interdepence.
Kedua,
International Cooperation. Kedua perspektif dapat menerima konsep ini, namun
ada perbedaan di antara keduanya. Kaum neo-realis masih sulit untuk menerapkan
kerja sama, mereka berpendapat bahwa kerja sama itu sifatnya relatif, tidak
pasti, karena pasti ada maksud tersembunyi di balik kerja sama itu. Sedangkan
menurut kaum neo-liberalis, kerja sama itu bersifat absolut.
Poin yang
ketiga yaitu Gain atau keuntungan. Penjelasannya hampir sama dengan poin kedua
di atas. Bagi kaum neo-realis, gain bersifat relatif. Mereka berpendapat bahwa
pasti ada salah satu pihak yang mendapat untung lebih, dan itu dianggap curang,
tidak baik. Oleh karena itu, mereka memfokuskan diri kepada distribusi
keuntungan di antara semua anggota transaksi, agar pembagian keuntungan dapat
merata. Sedangkan bagi kaum neo-liberalis, mereka berpendapat bahwa gain
bersifat absolut. Sehingga mereka hanya fokus kepada keseluruhan manfaat dari
transaksi yang ditimbulkan dari kerja sama dan dapat dinikmati bersama.
Poin keempat, yaitu tujuan negara.
Kedua perspektif ini sepakat untuk memiliki tujuan yang sama, yaitu pertahanan
negara dan kesejahteraan ekonomi, namun ada beberapa hal yang berbeda. Kaum
neo-realis berpendapat bahwa tujuan utama mereka dalam hubungan internasional
yaitu agar negara dapat tetap menunjukkan eksistensinya. Sedangkan kaum
neo-liberalis, kerja sama masih merupakan hal terpenting. Lewat kerja sama lah
mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Poin
kelima, Intention and Capabilities. Dalam hal ini, kaum neo-realis berpendapat
bahwa capabilities (kemampuan )harus diarahkan kepada hal-hal yang berbau
militer dan keamanan. Sedangkan capabilities bagi neo-liberalis, mereka
mempunyai rasa percaya yang tinggi terhadap aktor lain dalam suatu kerja sama.
Poin yang
terakhir, yaitu Institutions and Regime. Pada neo-realis, institusi dan rezim
yang dianutnya terpengaruh oleh national interest negara. Sedangkan pada
neo-liberalis, hal itu tidak terjadi.
Referensi :
1. Dugis, Vinsensio. “Teori Hubungan Internasional : Perdebatan
Neo-Liberalisme dengan Neo-Realisme.” dalam kuliah Teori Hubungan
Internasional. Universitas Airlangga, Surabaya. 22 Maret 2012.
2. Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, 2005. Pengantar Studi
Hubungan Internasional (terj. Dadan
Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
3. http://mentari_rasfi-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-48850-Theories%20of%20International%20Relations-Antara%20NeoLiberalisme%20dengan%20NeoRealisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar