Sabtu, 08 Desember 2012

Hubungan Internasional : Awal Mula Kajian Militer-Strategis dan Diplomasi

Kajian Militer-strategis dan diplomasi dapat disebut sebagai tradisi di dalam disiplin HI, karena sejak awal kemunculan HI didesain untuk menemukan praktek dan tatacara hubungan antar-negara yang dapat menjamin keamanan dan ketertiban dunia. Sejalan dengan minat untuk memfokuskan perhatian pada masalah peperangan dan perdamaian, para peneliti HI banyak menyentuh tema-tema seperti strategi dan kebijakan pertahanan negara, terutama negara adi-kuasa seperti Amerika serikat dan kelompok negara " major power" seperti Uni eropa, Rusia, China dan Jepang. Pada masa perang dingin (1950-1990), kajian militer-strategis sangat populer di kalangan peneliti HI, terutama karena merebaknya perlombaan senjata antara blok barat ( AS dan Eropa barat) dan blok timur ( Uni Soviet dan Eropa Timur ).

Beberapa pakar seperti Edward H.Carr, Kenneth Waltz, Hans J. Morgnthau dan Raymond Aron - hanya untuk menyebut beberapa yang paling menonjol - menginspirasi para peneliti dengan karya karya mereka tentang berbagai dimensi perang dan damai. Karya Edward H.Carr yang paling populer adalah The Twenty Years Crisis (1946) yang untuk pertama kalinya mengangkat perbedaan pandangan antara berbagai perspektif didalam HI, terutama anatara "realisme" dan "Idealisme" atau Utopianisme. Kontribusi terbesar Kenneth Waltz tampak dalam karya monumentalnya berjudul Man, The State and War yang mencoba tiga alasan yang menyebabkan peperangan
1. hakikat manusia yang agresif dan haus akan kekuasaan
2. kondisi ekonomi-domestik negara yang kadangkala mendorong ekspansi dan kolonialisasi
3. Sistem internasional yang pada dasarnya bersifat anarkis ( tidak adanya pemimpin tunggal )

Sementara itu Hans J. Morgenthau seringkali disebut sebagai " The pope of international relations " karena kepiawaiannya dalam mengembangkan teori " Power Politics " yang menjadi dasar studi HI. Di dalam karyanya " Politics Among Nations ", Morgenthau menyatakan bahwa apapun sistem pemerintahannya, setiap negara bertindak dengan didasari dorongan untuk perjuangan demi kekuasaan dan politik kekuasaan adalah norma dasar didalam aktivitas hubungan antar negara. Sedangkan Raymond Aron adalah pakar HI yang menyatakan bahwa perang adalah bagian dari diplomasi. Di dalam karyanya Peace and War (1966), Aron menyatakan  bahwa hakikat politik kekuasaan membuat negara terpaksa melegitimasi kekerasan dan peperangan sebagai cara untuk memperoleh pengaruh atau kekuasaan.

Dalam Hal diplomasi dan politik luar negeri, peneliti HI tidak bisa melupakan peran penting pakar seperti George F.Kennan dan Henry Kissinger. Di dalam bukunya American Diplomacy , Kennan mengeluhkan kecendrungan diplomasi AS yang terlalu bernuansa " legalistik-moralistik" karena keterikatan sebagai bagian dari komunitas internasional. Dia menyarankan bahwa diplomasi seharusnya diabdikan untuk memaksimalisasi kepentingan nasional AS dalam hubungan antar bangsa. Sementara itu Kissinger - yang juga merupakan kolega Kennan - merupakan orang yang menerapkan realisme politik di dalam diplomasi AS dalam posisinya sebagai penasihat Presiden Nixon do bidang keamanan nasional dan kemudian menteri luar negeri. Mewarisi tradisi realsime yang sangat kuat, kissinger menekankan bahwa diplomasi dilakukan pada dua macam landasan
1. kepentingan negara menjustifikasi penggunaan instrumen kebijakan maupun militer untuk pencapaian kepentingan nasional
2. Tugas utama pemimpin negara - terutama super power adalah memanipulasi perimbangan kekuatan demi untuk ketertiban dunia
Pandangan semacam ini sempat menjadi mainstream disiplin HI terutama di AS sepanjang dekade 1960-an hingga 1980-an


Sumber : Sugeng Hadiwinata, Bob Transformasi isu dan aktor didalam studi hubungan internasional : dari realisme hingg konstruktivisme. Transformasi dalam studi Hubungan Internasional : Aktor, isu dan Metodologi. Graha ilmu, 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar