Minggu, 09 Desember 2012

Hubungan Internasional : Awal Mula Kajian Konflik dan Resolusi Konflik

Studi konflik mengemuka dalam dekade terakhir ini, terutama bersamaan dengan makin maraknya konflik horizontal antar ras, etnis, dan agama di wilayah suatu negara. Sangat ironis bahwa ketika konflik ideologi yang mewarnai era perang dingin telah mulai mereda, konflik-konflik ideologi yang mewarnai era perang dingin telah mulai mereda, konflik-konflik internal di dalam batas wilayah suatu masalah dalam bentuk gerakan separatis, insurgensi dan kerusuhan massal ternyata menelan korban manusia yang makin besar. Di Rwanda, Pada tahun 1994 dalam kurun waktu hanya 3 bulan sekitar 800 ribu sampai 1 juta manusia terbunuh-sebagian besar dari mereka kelompok minoritas Tutsi-dalam peristiwa genosida terbesar setelah Holocaust pada masa pemerintahan Nazi Jerman. Banyak diantara korban yang mati adalah kaum perempuan dan anak-anak.

Beberapa waktu sebelumnya, pembersihan etnis juga dilakukan oleh kaum Chauvinis Serbia terhadap kaum minoritas Bosnia di negara pecahan Yugoslavia. Peristiwa serupa terjadi pada skala yang lebih kecil di berbagai belahan dunia. tergerak oleh peningkatan tragedi kemanusiaan buatan manusia ( Man-made HUmanitarian Dissaster ), berbagai pihak ( pakar politik,ahli sosiologi, dan para pembuat keputusan di badan lokal maupun internasional) mulai memikirkan metode dan mekanisme resolusi konflik mantan pemimpin politik seperti Jimmy Carter ( Mantan Presiden AS ), Eduard Shevardnadze ( Mantan Menlu Soviet ), Marti Ahtisaari (Mantan Presiden Finlandi ), Olaf Palme ( Mantan PM Swedia ), dan Gareth Evans ( mantan Menlu Australia ) , misalnya, mempelopori gerakan studi resolusi konflik dengan mendirikan organisasi non-pemerintah internasional yang berspesialisasi pada studi konflk berikut upaya resolusinya. Selain menyebarkan ide perdamaian, organisasi - organisasi tersebut berpretensi untuk melakukan 3 macam mekanisme resolusi konflik yang meliputi Peace Keeping, Peace Making and Peace Building. Di Aceh misalnya, sebuah organisasi non pemerintah, Crisis Management International ( CMI ), telah berperan sebaia " Third Party Mediator " Dalam perundingan yang menghasilkan sebuah solusi demokratis terhadap konflik separatis yang telah berlangsung puluhan tahun.


Sumber : Sugeng Hadiwinata, Bob Transformasi isu dan aktor didalam studi hubungan internasional : dari realisme hingg konstruktivisme. Transformasi dalam studi Hubungan Internasional : Aktor, isu dan Metodologi. Graha ilmu, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar