Selasa, 30 Oktober 2012

Marxisme dan Strukturalisme Dalam Teori Hubungan Internasional

Setelah liberalisme dan realisme, ada satu lagi perspektif yang terkenal dan cukup berpengaruh, tidak hanya dalam Hubungan Internasional, namun dalam ilmu-ilmu sosial lain, yaitu Marxisme. Perspektif marxisme diambil dari nama pencetusnya, yaitu Karl Marx, seorang filsuf Jerman penganut sosialis. Tujuan utama dari perspektif ini yaitu penghapusan kelas-kelas dalam kehidupan masyarakat. Dengan tidak adanya kelas, maka kesenjangan hidup antara kaum proletar dengan kaum borjuis akan berkurang. Namun, hal ini menyebabkan keraguan timbul di kalangan pemikir lain. Apakah kelas bisa dihilangkan seutuhnya? Hingga saat ini pun kelas-kelas itu masih ada. Bahkan, dalam hubungan internasional, kelas masih sangat terlihat, terbukti dengan dominasi negara-negara borjuis dalam interaksi internasional. Maksud dari marxisme memang ingin menggerakkan suatu revolusi di mana kelas-kelas dihilangkan seutuhnya, namun para kaum marxis tidak mampu menjelaskan apa yang akan terjadi setelah revolusi itu muncul.
            Perspektif Marxisme muncul pada sekitar abad ke 19. Hal ini berawal dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels bahwa masalah-masalah sosial yang timbul di masyarakat sebagian besar diakibatkan oleh adanya sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, masyarakat dibagi ke dalam dua kelas, yaitu kelas borjuis (yang memiliki alat produksi atau orang kaya) dan kaum proletar (yang tidak memiliki alat produksi atau orang miskin). Karena jumlah kaum proletar jauh lebih banyak daripada kaum borjuis, maka kaum borjuis memanfaatkan ini untuk mengeksploitasi kaum proletar dengan mempekerjakan mereka dengan upah yang minim. Hal ini membuat Marx memandang manusia itu matrealistis, namun selama made of production itu selalu ada, maka penghapusan kelas akan menjadi sesuatu yang sulit.
            Berbeda dengan perspektif sebelumnya, realisme dan liberalisme yang terpusat pada power dan national interest, marxisme hanya berfokus pada ekonomi, aspek material, dan kesetaraan kelas. Karena perhatiannya pada kesetaraan kelas itulah yang kemudian mendorong Marx untuk menulis buku yang berjudul Des Capital sebagai kritik terhadap kesenjangan sosial yang ditimbulkan oleh kapitalisme.
            Kemudian, strukturalisme atau neo-marsime, muncul sebagai pembaharuan dari marxisme. Strukturalisme mengkritik kaum marxis yang terlalu utopis, mereka sangat menginginkan kelas-kelas yang ada dalam masyarakat dihilangkan, meski itu hampir mustahil untuk diwujudkan. Selain itu, kelemahan marxisme adalah penekanan masalahnya hanya terbatas pada dunia domestik, bukan internasional. Namun meski begitu, strukturalisme tetap berbasis pada pemikiran-pemikiran dasar marxisme.

Referensi :
1. Dugis, Vinsensio. “Teori Hubungan Internasional : Perdebatan Neo-Liberalisme dengan Neo-Realisme.” dalam kuliah Teori Hubungan Internasional. Universitas Airlangga, Surabaya. 22 Maret 2012.

2. Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional   (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

3. http://mentari_rasfi-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-48851-Theories%20of%20International%20Relations-Marxisme%20dan%20Strukturalisme%20Dalam%20Teori%20Hubungan%20Internasional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar